Kejari Lutim Tetapkan 5 Orang Tersangka Kasus Mafia Tanah
TAPOJIE.COM — Kasus mafia tanah terbongkar. Penyidik Kejaksaan Negeri Luwu Timur menetapkan lima orang tersangka.
Kelima tersangka ini yakni, mantan Kepala Dinas Transmigrasi Lutim berinisial FA, dua orang pegawai Unit Pemukiman Transmigrasi berinisial HS dan MA, Kepala Desa Buangin berinisial R, dan satu lagi tersangka berinisial HK (pengurus penerbitan SHM).
Kepala Kejaksaan Negeri Luwu Timur, Budi Nugraha mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan saksi, alat bukti dan gelar perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi penyerobotan tanah kawasan area pencadangan transmigrasi di Desa Buangin, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur tahun 2019-2024, maka ditetapkan lima orang tersangka.
“Kelima tersangka masih menjalani pemeriksaan. Setelah pemeriksaan kelima tersangka langsung kami tahan dan akan dititip di rumah tahanan,” kata Budi Nugraha saat menggelar konferensi pers di halaman kantor Kejaksaan Negeri Lutim, Senin, (02/09/24).
Katanya, FA yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Transmigrasi Kabupaten Luwu Timur membuat Surat Keterangan Pengelolaan diatas tanah negara Nomor : 560/ 414/Transnakerin/V/2019 yang tidak melalui prosedur dan tidak sesuai dengan tugas dan Tanggungjawab.
Kemudian, FA melibatkan beberapa pihak diantaranya tersangka HS dan tersangka MA yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala UPT (Unit Pemukiman Transmigrasi) SP.III. Kemudian, surat tersebut menjadi dasar penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) Kepala Desa Buangin Nomor 001/DB-KTW/IX/2019 tanggal 3 September 2019 yang ditanda tangani oleh Tersangka R selaku Kepala Desa Buangin, Kecamatan Towuti.
“Dengan diterbitkannya Surat Keterangan tanah Garapan oleh Pemerintah Desa Buangin, tersangka HK kemudian menjual Bidang tanah tersebut kepada beberapa orang dan telah dilakukan Sertifikasi untuk Hak Milik melalui Program PTSL oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu Timur,” ungkap Budi Nugraha.
Lahan yang dijual HK ini, telah diterbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) sebanyak 36 sertifikat yang merupakan milik negara (Kementrian Tenaga Kerga dan Transmigrasi RI.) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 1430/V/Tahun 2007 tanggal 7 Mei 2007 tentang Pencadangan Tanah untuk Lokasi Pemukiman Transmigrasi SP III Kecamatan Malili dan Mahalona Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur.
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7/HPL/KEM-ATR/BPN/2015 tanggal 13 April 2015 tentang pemberian Hak Pengelolaan atas nama Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI atas tanah seluas 989,4035 ha terletak di Desa Mahalona (UPT Mahalona SP.3) Kecamatan Towuti Kab. Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan.
Termasuk menggunakan Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 20.26.08.02.6.00001 tanggal 3 September 2015, diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu Timur yang terletak di Desa Mahalona Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur seluas 8.894.034 m2 dengan Surat Ukur Nomor 00021/Mahalona/2015 merupakan sebidang tanah yang dipergunakan untuk Transmigrasi UPT Mahalona SP.III.
“Memang terstruktur,” kata Budi Nugraha lagi.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan Nomor : PE.03.03/SR-526/PW21/5/2024 tanggal 29 Juli 2024, sambungnya ditemukan kerugian negara yang sangat besar.
“Berkurangnya aset negara berupa tanah seluas 735.484 m2 atau setara dengan nilai tanah sebesar Rp 8,09 miliar,” ungkapnya.
Budi Nugraha mengaku, penyidik akan terus mendalami dan mengembangkan Tersangka lainnya. “Saya menghimbau agar para Saksi yang dipanggil agar koperatif hadir untuk menjalani pemeriksaan serta tidak melakukan upaya-upaya merintangi, menghilangkan atau merusak alat bukti serta berusaha untuk melakukan upaya untuk melobi perkara,” tegasnya.
Selanjutnya beber Budi Nugraha, penyidik akan melakukan tindakan penyidikan berupa penyitaan, penggeledahan, pemblokiran dan penelusuran (follow the money dan follow the asset) guna secepatnya dilakukan pemberkasan dan pelimpahan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
“Kajari Luwu Timur beserta jajaran Tim Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejari Lutim tetap bekerja secara professional, integritas dan akuntabel serta melaksanakan proses Penyidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undandangan dengan prinsip Zero KKN,” tuturnya.
Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Subsidiair: Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP. (*)