Sungai Malili Merah, Nelayan Tambak Tuntut PT CLM Bertanggung Jawab 

0

TAPOJIE.COM — Kelompok nelayan penambak akhirnya berdialog di Kantor DPRD Luwu Timur. Menuntut perusahaan tambang PT Citra Lampia Mandiri (CLM) untuk bertanggung jawab, Kamis, (20/06/24).

 

Para kelompok nelayan diterima ketiga pimpinan DPRD. Ada Ketua DPRD, Aripin, Wakil Ketua I DPRD, HM Siddiq BM, Wakil Ketua II DPRD, Usman Sadik. Menariknya, perwakilan management PT CLM turut hadir. Ada juga unsur pemerintah dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan Dinas Perikanan dan Kelautan. Lengkap.

 

Kursi di ruangan aspirasi DPRD tak cukup. Sebagian orang rela berdiri untuk mendengarkan arah dialog. Diskusi dimulai setelah Aripin mempersilahkan perwakilan kelompok nelayan bicara.

 

Abbas, salah satu nelayan tambak di Desa Wewangriu, Kecamatan Malili menjadi salah satu perwakilan para kelompok nelayan. Dia mengaku, jika kondisi sungai Malili yang tercemar berdampak negatif terhadap usaha nelayan.

 

“Nelayan harus melaut begitu jauh untuk mencari ikan saat ini. Dan syukur jika hasil tangkapan menutupi modal. Nasib nelayan yang melaut tak kalah parah dengan kami penambak yang harus gagal panen akibat aliran sungai Malili yang merah,” kata Abbas.

 

Dari hasil pertemuan beberapa kali dengan pihak manajemen PT CLM sambungnya, diakui jika perusahaan pertambangan ini menjadi salah satu dalangnya. Untuk itu, perusahaan harus bertanggung jawab.

 

“Kami sepakat jika perusahaan melakukan pembenahan di internal. Namun tak boleh abai dengan kondisi masyarakat, utamanya nelayan yang terkena dampaknya secara langsung. Jadi bagaimana perusahaan bertanggung jawab atas masalah ini,” imbuhnya.

 

Manajer Eksternal PT CLM, Fauzi Lukman mengatakan, jika kondisi nelayan dan petambak ikan yang gagal panen perlu kajian. Apakah betul kondisi tersebut diakibatkan karena kondisi air sungai.

 

Meski begitu, Fauzi menyampaikan jika perusahaan telah menyalurkan dana CSR. Dimana CSR ini menjadi kewajiban perusahaan. “Kami selalu siap untuk membahas solusi dari masalah ini,” ungkapnya.

 

Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Luwu Timur, HM Siddiq BM meminta agar perusahaan pertambangan tidak berusaha untuk menutupi kesalahan. Sebab, kondisi sungai Malili yang keruh dari 50 tahun yang lalu jauh berbeda dengan yang kita saksikan saat ini.

 

Di sisi lain, jika mengupas lebih jauh dalam dokumen AMDAL, PT CLM yang beroperasi dua tahun harus membangun smelter. “Tapi apa coba. Mana ada smelter yang dibangun. Tidak ada itu,” kata Siddiq.

 

Karenanya, masalah yang dihadapi masyarakat perlu direspon dengan baik. Jangan membiarkan masyarakat menjadi korban. Masalah ini harus ditindaklanjuti dan menemukan solusi.

 

Akhirnya, dialog yang cukup alot ini membuahkan hasil kesepakatan. Dimana tim kecil dibentuk. Didalamnya ada dinas terkait DLH dan Dinas Perikanan dan Kelautan, Manajemen PT CLM, dan unsur masyarakat. (*)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *