Padungku Sebagai Resolusi Konflik di Luwu
TAPOJIE.COM — Ketika panen, masyarakat berbondong-bondong melakukan upacara Padungku. Ini yang jarang lagi terlihat.
Begitu kata Guru Besar Fisiolog Unhas, Prof Nurhayati Rahman saat menjadi narasumber kegiatan Seminar Budaya Peringatan Hari Jadi Luwu (HJL) ke 756 dan Hari Perlawanan Rakyat Luwu (HPRL) ke 78 di Gedung Wanita Simpurusiang, Senin (22/01/24).
Padungku ungkapnya, ditandai dengan pesta adat selama seminggu. Seluruh elemen masyarakat berbaur, baik laki-laki maupun perempuan, raja-rakyat, berbagai agama dan suku berkumpul untuk upacara pembersihan desa (kerja bakti) pada siang hari.
“Pada malam hari diadakan pesta gembira ria pada saat bulan purnama. Lalu makan bersama yang dibawa masing-masing oleh setiap masyarakat dan menari tarian Moriringgo sampai pagi,” ungkap Prof Nurhayati.
Padungku mampu menyatukan masyarakat. Tak ada konflik. Sehingga ini menjadi salah satu solusi. Saat ini, Padungku bisa menjadi destinasi unggulan pariwisata di daerah yang berjulukan Bumi Batara Guru.
“Upacara padungku tetap berjalan. Tapi pelaksanaanya berbeda. Setiap masyarakat mengadakannya dengan komunitasnya tersendiri. Jadi masing-masing,” terangnya.
Menurutnya, tradisi ini perlu direkonstruksi dan direvitalisasi ulang agar tradisi Padungku ini kembali seperti bentuk aslinya. “Padungku diharapkan menjadi salah objek wisata yang menarik apabila dikemas seusai dengan tuntutan global,” tuturnya.
Bagi Guru Besar Unhas ini, Padungku merupakan satu paket kebudayaan tempat seluruh kebudayaan masyarakat pendukungnya diawetkan. Di dalamnya ada makanan tradisi, tarian, upacara manre saperra di pinggir danau, di lapangan, atau di pegunungan memainkan music, gotong royong, atas dasar persatuan tanpa mengenal batas agama, suku, dan ras.
Kegiatan seminar ini dipandu Kadis Kominfo Lutim,Hamris Darwis, dan para Narasumber lainnya yakni Dekan Fak. Ilmu Budaya Unhas Prof Akin Duli, dan Budayawan Pua Nawawi Sangkilat. (*)